Konservasi Budaya Melalui Kampung Lali Gadget



Sebagai orang tua baru, Ayah dan Bunda Zea concern sekali terhadap perkembangan Zea dan Zefa adiknya. Cakupan pekerjaan Ayah Zea yang mengharuskan memegang gadget hampir setiap saat membuat Bunda Zea menjelaskan berulang kenapa Ayah Zea harus pegang gadget. Untungnya, Zea memahami itu. Di umurnya yang akan memasuki usia lima tahun, sikap kritis Zea mulai terlihat dan cukup “merepotkan”  kami jika ada pertanyaan-pertanyaan ajaib yang muncul. Kadang juga ada pertanyaan yang muncul melihat ucapan Ayah bundanya yang tidak sesuai. Seperti ketika Bunda Zea tidak menghabiskan makanan saat makan bersama, Zea dengan sigap mengkritisi bundanya. Begitu pula saat Ayah Zea sibuk dengan gadgetnya, Zea dengan kritis menanyakan hal itu, “Kenapa Ayah boleh pegang hape, sedangkan aku nggak boleh?” tanyanya. Setelah dijelaskan dengan penjelasan yang detail, Zea memahami itu semua. Alhamdulillah....

Walaupun Ayah Zea pekerjaannya mengharuskan memegang gadget, namun Ayah Zea juga menyadari untuk memberikan ragam kegiatan menarik untuk Zea dan Zefa. Termasuk mencari gerakan-gerakan inspirasi yang mengantisipasi kecanduan dari gadget atau gawai.

Kampung Lali Gadget

Kekhawatiran orang tua terhadap bahaya penggunaan gadget rupanya ikut dirasakan oleh Achmad Irfandi yang merupakan Penggerak Konservasi Budaya “Kampung Lali Gadget (KLG)”.

Achmad Irfandi adalah pemuda asli Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo. Merasa ikut bertanggungjawab terhadap bahaya kecanduan gadget untuk anak-anak, sejak 1 April 2018 Irfandi menggerakkan program ini. Walaupun di kampungnya tidak ada kasus anak-anak yang kecanduan gadget , tujuan Irfandi concern pada program ini adalah untuk mengantisipasi agar kecanduan anak-anak terhadap gadget terutama di kampung tempat tinggalnya dapat dihindari. Seperti kata pepatah sedia payung sebelum hujan, program Irfandi ini menjadi upaya pencegahan sebelum bahaya kecanduan terjadi.

Lalu bagaimana cara Irfandi menjalankan programnya terutama mengalihkan anak-anak terhadap gadget? Seperti kita tahu, di dunia digital seperti sekarang penggunaan gadget sudah benar-benar mengkhawatirkan. Untuk itu, Achmad Irfandi mengalihkan fokus anak-anak melalui pendekatan budaya.

Konservasi Budaya

Budaya, mendengar kata yang satu ini di benak beberapa orang pasti memikirkan hal-hal yang cukup rumit terbaik dengan seni pertunjukan, upacara adat atau harian daerah tertentu. Padahal banyak hal-hal yang berhubungan dengan budaya yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari seperti makanan, permainan tradisional, dll.

Nah, Achmad Irfandi menghadirkan budaya sebagai pengalihan anak-anak terhadap gadget melalui permainan tradisional, edukasi budaya, olahraga dan edukasi satwa. Melalui pendekatan konservasi budaya ini seperti permainan tradisional yang ternyata cukup efektif untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari gawai.

Kampung Lali Gadget merekrut kawan-kawan pemuda di Desa Pagerngumbuk dan pemuda di Sidoarjo. Pemberdayaan pemuda dan masyarakat dilakukan di dalam dan di luar desa. Pemuda yang diberdayakan bertugas sebagai perencana, fasilitator edukasi, dan pendamping.

Sebagai anak yang dibesarkan di era 90-an, Ayah dan Bunda Zea sadar betul budaya yang berhubungan dengan permainan tradisional benar-benar mampu mengalihkan dari apapun. Apalagi jika dilakukan bersama-sama teman, rasanya waktu cepat berlalu dan tidak ada hal yang mengasyikkan selain bermain dan bermain.

Program Kampung Lali Gadget selain berhasil mengalihkan anak-anak dalam penggunaan gadget. Program ini jelas membantu mengedukasi anak-anak dalam mengenal budaya dan kearifan lokal. Pendekatan yang seru dan menarik membuat anak-anak perlahan-lahan mencintai budaya bangsa sendiri.

Harapan Achmad Irfandi tidak berhenti sampai di situ, Irfandi berharap program ini bisa berkembang dan menjadi desa wisata atau desa rujukan orang tua yang ingin berwisata edukasi dan menyembuhkan kecanduan gawai pada anaknya.

Selain itu Achmad Irfandi dan Tim KLG juga berharap isu kecanduan gawai bisa menjadi isu yang diangkat secara nasional dan menjadi concern bersama sehingga setiap orang berusaha mengurangi dampak bahaya kecanduan gadget tersebut.

SATU Indonesia Awards

Pada penganugerahan SATU Indonesia tahun 2022 Achmad Irfandi melalui Program Lali Gadget berhasil menerima SATU Indonesia Awards untuk kategori pendidikan. Salut dan teeuslah bermanfaat untuk perkembangan budaya di Indonesia.

Sebagai orang tua baru, Ayah dan Bunda Zea concern sekali terhadap perkembangan Zea dan Zefa adiknya. Cakupan pekerjaan Ayah Zea yang mengharuskan memegang gadget hampir setiap saat membuat Bunda Zea menjelaskan berulang kenapa Ayah Zea harus pegang gadget. Untungnya, Zea memahami itu. Di umurnya yang akan memasuki usia lima tahun, sikap kritis Zea mulai terlihat dan cukup “merepotkan”  kami jika ada pertanyaan-pertanyaan ajaib yang muncul. Kadang juga ada pertanyaan yang muncul melihat ucapan Ayah bundanya yang tidak sesuai. Seperti ketika Bunda Zea tidak menghabiskan makanan saat makan bersama, Zea dengan sigap mengkritisi bundanya. Begitu pula saat Ayah Zea sibuk dengan gadgetnya, Zea dengan kritis menanyakan hal itu, “Kenapa Ayah boleh pegang hape, sedangkan aku nggak boleh?” tanyanya. Setelah dijelaskan dengan penjelasan yang detail, Zea memahami itu semua. Alhamdulillah....

Walaupun Ayah Zea pekerjaannya mengharuskan memegang gadget, namun Ayah Zea juga menyadari untuk memberikan ragam kegiatan menarik untuk Zea dan Zefa. Termasuk mencari gerakan-gerakan inspirasi yang mengantisipasi kecanduan dari gadget atau gawai.

Kampung Lali Gadget

Kekhawatiran orang tua terhadap bahaya penggunaan gadget rupanya ikut dirasakan oleh Achmad Irfandi yang merupakan Penggerak Konservasi Budaya “Kampung Lali Gadget (KLG)”.

Achmad Irfandi adalah pemuda asli Desa Pagerngumbuk, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo. Merasa ikut bertanggungjawab terhadap bahaya kecanduan gadget untuk anak-anak, sejak 1 April 2018 Irfandi menggerakkan program ini. Walaupun di kampungnya tidak ada kasus anak-anak yang kecanduan gadget , tujuan Irfandi concern pada program ini adalah untuk mengantisipasi agar kecanduan anak-anak terhadap gadget terutama di kampung tempat tinggalnya dapat dihindari. Seperti kata pepatah sedia payung sebelum hujan, program Irfandi ini menjadi upaya pencegahan sebelum bahaya kecanduan terjadi.

Lalu bagaimana cara Irfandi menjalankan programnya terutama mengalihkan anak-anak terhadap gadget? Seperti kita tahu, di dunia digital seperti sekarang penggunaan gadget sudah benar-benar mengkhawatirkan. Untuk itu, Achmad Irfandi mengalihkan fokus anak-anak melalui pendekatan budaya.

Konservasi Budaya

Budaya, mendengar kata yang satu ini di benak beberapa orang pasti memikirkan hal-hal yang cukup rumit terbaik dengan seni pertunjukan, upacara adat atau harian daerah tertentu. Padahal banyak hal-hal yang berhubungan dengan budaya yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari seperti makanan, permainan tradisional, dll.

Nah, Achmad Irfandi menghadirkan budaya sebagai pengalihan anak-anak terhadap gadget melalui permainan tradisional, edukasi budaya, olahraga dan edukasi satwa. Melalui pendekatan konservasi budaya ini seperti permainan tradisional yang ternyata cukup efektif untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari gawai.

Kampung Lali Gadget merekrut kawan-kawan pemuda di Desa Pagerngumbuk dan pemuda di Sidoarjo. Pemberdayaan pemuda dan masyarakat dilakukan di dalam dan di luar desa. Pemuda yang diberdayakan bertugas sebagai perencana, fasilitator edukasi, dan pendamping.

Sebagai anak yang dibesarkan di era 90-an, Ayah dan Bunda Zea sadar betul budaya yang berhubungan dengan permainan tradisional benar-benar mampu mengalihkan dari apapun. Apalagi jika dilakukan bersama-sama teman, rasanya waktu cepat berlalu dan tidak ada hal yang mengasyikkan selain bermain dan bermain.

Program Kampung Lali Gadget selain berhasil mengalihkan anak-anak dalam penggunaan gadget. Program ini jelas membantu mengedukasi anak-anak dalam mengenal budaya dan kearifan lokal. Pendekatan yang seru dan menarik membuat anak-anak perlahan-lahan mencintai budaya bangsa sendiri.

Harapan Achmad Irfandi tidak berhenti sampai di situ, Irfandi berharap program ini bisa berkembang dan menjadi desa wisata atau desa rujukan orang tua yang ingin berwisata edukasi dan menyembuhkan kecanduan gawai pada anaknya.

Selain itu Achmad Irfandi dan Tim KLG juga berharap isu kecanduan gawai bisa menjadi isu yang diangkat secara nasional dan menjadi concern bersama sehingga setiap orang berusaha mengurangi dampak bahaya kecanduan gadget tersebut.

SATU Indonesia Awards

Pada penganugerahan SATU Indonesia tahun 2022 Achmad Irfandi melalui Program Lali Gadget berhasil menerima SATU Indonesia Awards untuk kategori pendidikan. Salut dan teeuslah bermanfaat untuk perkembangan budaya di Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku: Bernalar Sebelum Klik

Only Fun Xodiac

Michelin Ban